Ada saatnya kita merasa telah siap untuk menerima segalanya: pekerjaan impian, pasangan hidup, ketenangan hati, atau sekadar jawaban dari doa-doa yang lama terpanjat. Namun, waktu seakan tak bersahabat. Hari berlalu, tahun berganti, dan kita masih berada di tempat yang sama—menanti takdir yang tak kunjung datang.
Tapi benarkah takdir itu tak datang? Atau sebenarnya ia sedang datang… hanya saja belum selesai disusun?
Takdir, dalam pemahaman orang beriman, bukan soal cepat atau lambat. Ia soal tepat. Tepat menurut Allah, bukan menurut logika kita. Tepat menurut Sang Pemilik Waktu, bukan menurut penanggalan manusia. Kadang ia datang dalam bentuk keterlambatan, hanya agar kita matang saat menerimanya.
Seperti benih yang ditanam. Ia tak bisa dipaksa tumbuh dalam semalam. Ia perlu gelapnya tanah, perihnya pecah kulit, dan kesabaran akar menembus bumi. Dan jika waktunya tiba, ia muncul dengan hijau yang segar, seolah berkata: “Aku tak terlambat. Aku hanya menunggu saat yang terbaik untuk tumbuh.”
Begitu pula takdir kita.
Di antara malam-malam panjang yang diisi air mata, kita pernah bertanya: “Kenapa Allah belum kabulkan doaku?” Padahal kita sudah berusaha. Sudah shalat malam. Sudah menahan diri dari dosa. Sudah bersedekah dengan diam-diam. Tapi jawaban itu tak kunjung datang.Tapi bukankah Nabi Ayub a.s. menunggu bertahun-tahun dalam sakit yang tak berkesudahan? Bukankah Nabi Yunus a.s. menunggu dalam perut ikan, di kegelapan lautan, dalam keheningan yang hanya mampu diisi dzikir?
Bahkan Nabi Muhammad ï·º pun menunggu wahyu datang kembali setelah Fatrah al-Wahy (masa terputusnya wahyu). Dan ketika wahyu datang, langit seolah berkata: “Engkau tidak ditinggalkan. Hanya diminta bersabar.”
Allah tidak diam. Allah hanya sedang menyiapkan.
Karena ada doa yang harus disempurnakan dengan waktu. Ada harapan yang belum layak diterima sekarang, karena jika datang terlalu cepat, ia bisa jadi bencana.
Allah Maha Tahu kapan kita siap. Allah Maha Tahu kapan waktu terbaik datang. Jika saat ini kau belum mendapat pekerjaan, mungkin karena hatimu belum cukup kuat menahan kesombongan jabatan. Jika jodoh belum datang, mungkin karena luka hatimu belum tuntas sembuh dan Allah ingin kau datang dalam keadaan utuh. Jika rezekimu belum lapang, bisa jadi karena Dia tahu bahwa kelapangan itu bisa menjauhkanmu dari-Nya.
Allah bukan sedang menunda. Allah sedang menjaga.
Seseorang pernah berkata dalam doanya, "Ya Rabb, jika aku belum layak menerima, maka jangan beri dulu. Tapi jangan jauhkan harapanku." Karena kita bisa bertahan dalam penantian selama ada harapan. Tapi jika harapan pun hilang, maka hati mulai retak.Maka dalam penantian panjang ini, jangan biarkan harapan mati. Pegang erat sabar. Jadikan doa sebagai tempat berteduh. Dan sibukkan diri memperbaiki diri—bukan merutuki waktu.
Karena waktu Allah bukan hanya adil, tapi juga penuh kasih. Tak satu pun air mata yang sia-sia. Tak satu pun sabar yang tak dihitung. Bahkan Rasulullah ï·º bersabda:
"Sesungguhnya tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, penyakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya karenanya."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka jika hari ini kita masih menunggu, bersyukurlah. Artinya Allah sedang mencintai kita lewat penantian. Ia sedang mendidik kita agar kuat. Agar ketika takdir itu akhirnya datang, kita menyambutnya bukan dengan kebingungan, tapi dengan kesiapan.
Di akhirat nanti, orang-orang yang sabar bukan hanya disambut. Mereka akan diberi pahala tanpa batas. Karena mereka adalah ahli yakin. Mereka percaya pada hal-hal yang belum terlihat. Mereka percaya bahwa janji Allah pasti ditepati.Jangan kecewa jika hari ini dunia belum memelukmu. Karena barangkali Allah sedang menyiapkan pelukan yang lebih hangat, lebih tulus, dan lebih kekal.
Dan saat takdir itu datang nanti, engkau akan berkata dalam hati:
Penutup“Terima kasih, Ya Allah. Terima kasih karena tidak Kau beri saat aku memaksa. Karena jika Kau beri saat itu, mungkin aku belum siap. Mungkin aku belum mampu menjaga. Tapi kini, aku tahu—Engkau selalu datang di waktu terbaik.”
Takdir yang tertunda, bukan takdir yang gagal. Ia hanya takdir yang butuh sedikit waktu lagi. Maka tetaplah berjalan, tetaplah berdoa, tetaplah memperbaiki diri.
Karena pada akhirnya, semua orang akan bertemu dengan takdirnya. Yang membedakan hanyalah: apakah saat itu kita masih bertahan dalam kebaikan, atau sudah menyerah di tengah jalan.
Posting Komentar