Di dunia ini, setiap kita datang dan pergi. Dulu, ketika kita lahir, azan dikumandangkan di telinga kanan kita. Sebuah panggilan yang hening tapi penuh makna. Tidak ada shalat setelah azan itu. Hanya doa dan harapan dari kedua orang tua bahwa kita tumbuh menjadi insan yang bertakwa.
Lalu nanti, ketika kita meninggal, kita akan dishalatkan. Tanpa azan. Hanya sebuah pengantar ke tempat peristirahatan terakhir. Antara azan kelahiran dan shalat kematian, di situlah hidup kita berlangsung. Hidup ini, sesungguhnya, hanyalah jarak pendek antara dua panggilan.
Hidup yang Singkat dan Lupa
Kita sering merasa bahwa hidup ini akan berlangsung lama. Kita menumpuk rencana, berambisi seolah waktu adalah milik kita sepenuhnya. Kita menunda kebaikan, dan memilih kemewahan. Padahal, antara dua azan itu, waktu sangatlah singkat. Nabi ï·º bersabda:
“Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh, dan sedikit yang melebihi itu.”
(HR. Tirmidzi)
Namun, kesibukan dunia kerap membuat kita lupa. Kita berlari mengejar status sosial, harta, cinta, atau popularitas. Seolah-olah kita tidak akan pernah mati. Kita membangun istana, tanpa sadar bahwa rumah terakhir kita hanyalah liang lahat yang sempit dan gelap.
Antara Azan dan Shalat
Dalam keseharian, kita mendengar azan lima kali sehari. Setelahnya kita tahu ada waktu untuk menunaikan shalat. Tapi ketika azan dikumandangkan di telinga bayi, tak ada shalat yang menyusul. Dan saat kita dishalatkan nanti, tak ada azan yang terdengar. Maka benarlah kata para ulama: “Hidup adalah shalat di antara dua azan.”
Sebuah analogi yang menggugah hati. Apakah kita sudah menunaikan shalat kehidupan dengan baik? Apakah rukuk kita adalah rendah hati? Apakah sujud kita adalah keikhlasan? Apakah takbir kita adalah kesungguhan menyerahkan hidup kepada-Nya?
Waktu yang Diabaikan
Dalam Al-Qur’an, Allah bersumpah demi waktu:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.”
(QS. Al-‘Ashr: 1–2)
Kehidupan antara dua azan adalah kesempatan. Allah memberikan waktu untuk kita memilih: ingin menjadi manusia yang beruntung, atau yang merugi. Waktu adalah anugerah terbesar sekaligus ujian terbesar. Maka siapa yang menyia-nyiakannya, akan menyesal.
Di hari kiamat kelak, semua manusia akan menyesal atas dua hal: waktu yang terbuang dan kesempatan berbuat baik yang ditinggalkan.
Pesan dari Liang Lahad
Pernahkah kita berdiri di sisi kubur yang baru digali? Di sana, waktu terasa berhenti. Tidak ada sinyal ponsel, tidak ada notifikasi. Hanya tanah, batu, dan sunyi. Mungkin, orang yang di dalamnya pernah tertawa seperti kita, bersenda gurau, membuat rencana. Namun hari itu, salat jenazah mengantarnya—tanpa azan.
Saat tubuh dibaringkan ke dalam liang lahat, tidak ada yang kita bawa selain amal. Bukan ijazah, bukan jabatan, bukan followers. Hanya amal. Hanya amal. Hanya amal.
Itulah mengapa Rasulullah ï·º selalu mengingatkan:
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian).”
(HR. Tirmidzi)
Meninggalkan Jejak Kebaikan
Meski hidup ini singkat, kita bisa menjadikannya penuh makna. Di antara dua azan itu, kita bisa menanam pohon amal yang buahnya terus memetik pahala bahkan setelah kita tiada. Dalam hadis disebutkan:
“Jika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim)
Hidup bukan hanya tentang bernafas. Hidup adalah tentang meninggalkan jejak. Bukan nama di batu nisan, tetapi nilai yang abadi di hati manusia.
Waktu Pulang Tak Pernah Kita Tahu
Tak ada yang tahu kapan azan kita selesai, dan kapan salat jenazah kita dimulai. Ada yang meninggal di usia muda, ada yang menua tanpa sempat bertaubat. Maka siapa yang bijak, akan segera berbenah. Karena kematian tak menunggu kita siap.
Allah berfirman:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
(QS. Al-Ankabut: 57)
Jadilah Shalat Itu Sendiri
Jika hidup ini adalah salat antara dua azan, maka jadikanlah dirimu salat itu sendiri. Jadilah bacaan yang indah bagi orang lain, jadilah rukuk bagi orang yang sombong, jadilah sujud bagi jiwa-jiwa yang ingin dekat kepada Allah.
Hiduplah dengan khusyuk, seperti engkau salat. Dan matilah dalam keadaan husnul khatimah, seperti engkau menutup salat dengan salam penuh damai.
Karena hidup ini, sejatinya, adalah ibadah yang harus dijalani…
…hingga azan terakhir tak lagi terdengar.
Posting Komentar