Abdurrahman Murad
Abdurrahman Murad

Bersyukur di Balik Kekecewaan

 

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Malam itu, air mata mengalir tanpa bisa dibendung. Impian yang sudah dirajut bertahun-tahun harus kandas di detik-detik terakhir. Pekerjaan impian yang sudah hampir diraih, tiba-tiba hilang karena kebijakan perusahaan. Pinangan yang sudah dipersiapkan dengan matang, ditolak tanpa alasan yang jelas.

Dalam momen-momen seperti ini, rasanya mustahil untuk mengucap "Alhamdulillah." Hati terasa kosong, pikiran berkelana mencari jawaban, dan iman seolah terguncang. Namun, di sinilah ujian sesungguhnya dimulai. Bisakah kita tetap percaya pada kebijaksanaan Allah ketika yang kita lihat hanyalah kegelapan?

Hikmah yang Tersembunyi

Kisah Nabi Musa AS dan Khidir dalam Al-Qur'an mengajarkan kita tentang hikmah yang sering tersembunyi di balik peristiwa yang tampak buruk. Ketika Khidir membunuh seorang pemuda, Musa protes keras. Namun kemudian Allah jelaskan bahwa pemuda itu akan menjadi sumber kesedihan bagi orang tuanya yang saleh, dan Allah akan mengganti mereka dengan anak yang lebih baik.

Begitu pula dalam hidup kita. Pintu yang tertutup hari ini mungkin adalah jalan Allah untuk membuka pintu yang lebih baik esok hari. Penolakan dari satu perusahaan bisa jadi jalan menuju pekerjaan yang lebih berkah. Putusnya hubungan yang kita anggap sempurna mungkin menyelamatkan kita dari takdir yang tidak baik.

Ketika Hati Memberontak

Tidak mudah memang untuk langsung bersyukur ketika kekecewaan masih segar. Hati manusia memiliki fase-fase dalam menghadapi ujian: syok, marah, tawar-menawar, sedih, dan akhirnya penerimaan. Islam tidak melarang kita untuk merasa sedih atau kecewa, karena itu adalah fitrah manusia.

Rasulullah SAW pun menangis ketika putra tercintanya Ibrahim meninggal dunia. Beliau bersabda: "Mata menangis, hati bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu kecuali yang diridhai oleh Rabb kami."

Yang penting adalah bagaimana kita merespons setelah fase emosional itu berlalu. Akankah kita tenggelam dalam kekecewaan, ataukah bangkit dengan keyakinan bahwa Allah pasti punya rencana yang lebih baik?

Belajar dari Kisah Para Salaf

Imam Ahmad bin Hanbal pernah dipenjara dan disiksa bertahun-tahun karena mempertahankan akidah yang benar. Namun, beliau tetap bersyukur atas ujian tersebut karena yakin Allah sedang menguji kecintaannya. Setelah dibebaskan, justru ilmunya semakin tersebar luas dan namanya diabadikan dalam sejarah.

Begitu juga dengan kisah Imam Syafi'i yang pernah gagal dalam ujian di Madinah. Kegagalan itu membuatnya hijrah ke Mesir, dan di sanalah beliau mengembangkan mazhab fikih yang hingga kini diikuti jutaan umat Muslim.

Kegagalan mereka menjadi tangga menuju kesuksesan yang lebih besar. Pintu yang tertutup menjadi jalan pembuka rezeki dan keberkahan yang tak terduga.

Praktik Bersyukur di Tengah Cobaan

Bagaimana cara praktis untuk tetap bersyukur ketika sedang menghadapi kekecewaan?

Pertama, akui perasaan yang ada. Jangan menyangkal kesedihan atau kekecewaan. Rasakan, lalu serahkan kepada Allah.

Kedua, perbanyak istighfar dan dzikir. "Astaghfirullaha rabbii min kulli dzanbin wa atuubu ilaih." Istighfar membersihkan hati dan membuka pintu rahmat Allah.

Ketiga, shalat tahajud dan bermunajat. Di kesunyian malam, curhatkan semua keluh kesah kepada Allah. Dialah sebaik-baik tempat mengadu.

Keempat, cari hikmah di balik ujian. Tanyakan pada diri sendiri: "Apa yang bisa kupelajari dari ini? Bagaimana ini bisa membuatku menjadi lebih baik?"

Kelima, ingat bahwa ini hanya sementara. Allah berfirman: "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Asy-Syarh: 5-6)

Transformasi Melalui Ujian

Seringkali, ujian terberat dalam hidup justru membawa transformasi terbesar. Orang yang pernah mengalami kegagalan biasanya lebih rendah hati, lebih berempati, dan lebih menghargai kesempatan yang diberikan Allah.

Pintu yang tertutup mengajarkan kita untuk tidak bergantung sepenuhnya pada rencana kita sendiri, melainkan berserah diri pada takdir Allah. Kekecewaan mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada tercapainya semua keinginan, melainkan pada kedekatan dengan Allah SWT.

Doa di Kala Sulit

Ketika pintu terasa tertutup rapat, ingatlah doa yang diajarkan Rasulullah SAW:

"Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahlan, wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahlan."

"Ya Allah, tidak ada yang mudah kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan Engkau menjadikan kesedihan itu mudah apabila Engkau kehendaki."

Pintu yang Lebih Besar

Suatu hari nanti, ketika kita sudah sampai di ujung perjalanan hidup, kita akan menoleh ke belakang dan tersenyum. Kita akan menyadari bahwa setiap pintu yang ditutup Allah adalah jalan menuju pintu yang lebih besar dan lebih baik.

Setiap kekecewaan adalah undangan untuk lebih dekat dengan Allah. Setiap ujian adalah kesempatan untuk meningkatkan derajat kita di sisi-Nya. Dan setiap air mata yang jatuh karena-Nya, akan dibalas dengan kebahagiaan yang tak terhingga.

Hari ini, mari kita ucapkan "Alhamdulillahi rabbil alamiin" tidak hanya untuk nikmat yang terlihat, tetapi juga untuk ujian yang tersembunyi hikmahnya. Karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.

"Dan Allah lebih mengetahui apa yang baik bagi kamu." (QS. Al-Baqarah: 232)

 

Posting Komentar