Di era digital yang serba cepat ini, teknologi bukan lagi barang mewah, melainkan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk bagi anak-anak kita. Gawai pintar, internet, dan media sosial menawarkan segudang manfaat, mulai dari akses informasi tanpa batas hingga sarana belajar yang interaktif. Namun, di balik kilaunya, ada pula tantangan besar. Bagaimana kita bisa membimbing anak-anak menavigasi dunia digital yang kompleks ini tanpa tersesat, sambil tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur? Jawabannya terletak pada cahaya Al-Qur’an.
Tantangan Membesarkan Anak di Era Digital
Teknologi memang ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia dapat menjadi alat yang ampuh untuk pendidikan dan pengembangan diri. Anak-anak bisa belajar bahasa baru melalui aplikasi, menjelajahi museum virtual, atau bahkan mengembangkan minat mereka dalam coding. Dr. Liz Kolb, seorang profesor teknologi edukasi, dalam bukunya Learning First, Technology Second, menekankan pentingnya mengintegrasikan teknologi secara bijak untuk mendukung pembelajaran, bukan sekadar sebagai hiburan (Kolb, 2017).
Namun, sisi lain dari pisau ini adalah potensi risiko yang tak sedikit. Paparan konten negatif, kecanduan gawai, cyberbullying, dan kurangnya interaksi sosial langsung adalah beberapa masalah yang sering menghantui orang tua. Sebuah studi yang diterbitkan di Journal of Adolescent Health (Primack et al., 2017) menemukan korelasi antara waktu penggunaan media sosial yang tinggi dengan peningkatan risiko depresi dan kecemasan pada remaja. Ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan yang tepat, dunia digital bisa menjadi labirin yang menyesatkan.
Al-Qur’an sebagai Kompas di Era Digital
Di tengah hiruk pikuk digital ini, Al-Qur’an hadir sebagai kompas yang tak pernah usang, memberikan pedoman hidup yang lengkap dan relevan di segala zaman. Al-Qur’an bukan hanya kitab suci, tetapi juga panduan praktis untuk membentuk karakter mulia, termasuk dalam konteks penggunaan teknologi.
1. Menanamkan Adab dan Etika Digital:
Al-Qur’an mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik, berkata jujur, dan menjaga lisan. Ayat-ayat seperti firman Allah dalam Surah Al-Isra' ayat 53, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)...'," bisa kita jadikan pijakan untuk mengajarkan anak-anak adab berinteraksi di dunia maya. Ini berarti tidak menyebarkan berita bohong (hoax), tidak menghujat, dan tidak melakukan cyberbullying. Dr. Zulkifli bin Mohamad Al-Bakri, mantan Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia, sering menekankan pentingnya akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam berinteraksi di media sosial (Al-Bakri, 2018).
2. Mengajarkan Kontrol Diri dan Moderasi:
Al-Qur’an menganjurkan umatnya untuk hidup moderat dan tidak berlebihan dalam segala hal. Firman Allah dalam Surah Al-A'raf ayat 31, "Makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebih-lebihan," dapat diterapkan dalam penggunaan gawai. Kita bisa mengajarkan anak untuk menjaga keseimbangan antara waktu bermain gawai, belajar, beribadah, dan berinteraksi langsung dengan keluarga serta teman. Menerapkan batasan waktu layar yang jelas dan konsisten adalah langkah praktis yang sejalan dengan prinsip moderasi ini.
3. Memfilter Informasi dengan Bijak:
Di era informasi yang melimpah ruah, kemampuan untuk memilah dan memilih mana yang benar dan salah sangatlah krusial. Al-Qur’an mengajarkan kita untuk tabayyun (mencari kejelasan) sebelum menerima suatu berita. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 6, Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti...." Ini adalah prinsip dasar literasi digital: mengajarkan anak untuk tidak mudah percaya pada apa yang mereka lihat di internet dan selalu memverifikasi kebenaran informasi dari sumber terpercaya.
4. Membangun Karakter Taqwa dan Rasa Tanggung Jawab:
Pada akhirnya, tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk individu yang bertaqwa, yang selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Ketika anak memiliki kesadaran akan pengawasan Ilahi, mereka akan cenderung berperilaku lebih baik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Ini termasuk bertanggung jawab atas jejak digital mereka, tidak mengakses konten yang dilarang, dan menggunakan teknologi untuk hal-hal yang bermanfaat. Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Al-Halal wal Haram fil Islam menjelaskan bahwa Islam menuntun umatnya untuk senantiasa memilih yang baik dan menjauhi yang buruk, termasuk dalam penggunaan media (Al-Qaradawi, 1997).
Peran Orang Tua sebagai Teladan
Penerapan nilai-nilai Al-Qur’an dalam menghadapi era digital tidak akan berhasil tanpa peran aktif orang tua. Kita harus menjadi teladan bagi anak-anak. Jika kita sendiri kecanduan gawai, bagaimana kita bisa mengharapkan anak untuk tidak? Membangun komunikasi yang terbuka, menciptakan lingkungan rumah yang mendukung interaksi langsung, dan secara rutin mendiskusikan tentang penggunaan teknologi adalah kunci.
Membacakan dan memahami Al-Qur’an bersama, serta mengaitkan ajarannya dengan situasi digital yang dihadapi anak, akan membantu mereka membangun fondasi spiritual yang kuat. Dengan cahaya Al-Qur’an sebagai penuntun, kita bisa membimbing anak-anak untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi yang cerdas, tetapi juga pribadi yang berakhlak mulia, siap menghadapi tantangan zaman, dan meraih keberkahan di dunia dan akhirat.
Referensi:
Al-Bakri, Z. B. M. (2018). Akhlak Muslim di Media Sosial. Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan.
Al-Qaradawi, Y. (1997). Al-Halal wal Haram fil Islam. Dar Al-Qalam. Kolb, L. (2017).
Learning First, Technology Second: The Educator's Guide to Designing Authentic Lessons. International Society for Technology in Education.
Primack, B. A., et al. (2017). Association Between Social Media Use and Symptoms of Depression and Anxiety: A Systematic Review and Meta-Analysis. Journal of Adolescent Health, 61(4), 415-425.
Posting Komentar