Dalam dua bagian sebelumnya, kita belajar bahwa ketenangan hati tidak datang dari luar, tetapi dari koneksi yang kuat dengan Allah. Kita juga sudah bahas pentingnya shalat, dzikir, memaafkan, dan silaturahmi.
Sekarang kita lanjut ke hal yang tak kalah penting: bagaimana Islam mengajarkan kita hidup seimbang antara dunia dan akhirat, serta bagaimana menyembuhkan hati saat kita terluka.
⚖️ Menyeimbangkan Dunia dan Akhirat
Dalam hidup ini, kita sering terjebak dalam dua ekstrem: terlalu fokus pada dunia atau terlalu mengabaikannya karena ingin fokus ke akhirat. Padahal, Islam bukan agama yang menyuruh kita meninggalkan dunia sepenuhnya. Justru Islam mengajarkan keseimbangan.
Allah berfirman:
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْـَٔاخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا
“Carilah (kebahagiaan) negeri akhirat dengan apa yang telah Allah berikan kepadamu, tapi jangan lupakan bagianmu di dunia.”
(QS. Al-Qashash: 77)¹
Ayat ini menunjukkan bahwa bekerja, belajar, menikah, dan bersosialisasi itu juga bagian dari kehidupan yang harus dijalani, asalkan tidak melupakan tujuan akhir: mencari rida Allah.
Contoh keseimbangan dalam praktik:
Bekerja dengan niat memberi nafkah halal → jadi ibadah.
Belajar agar bisa bantu umat → jadi ibadah.
Istirahat agar kuat ibadah → jadi ibadah juga.
🧠 Mengelola Emosi dan Pikiran Negatif
Banyak orang sulit tenang bukan karena masalah luar, tapi karena pikiran negatif dalam diri sendiri: khawatir berlebihan, merasa tidak cukup, atau terus mengingat luka lama.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukanlah orang kuat itu yang jago bergulat. Tapi orang kuat adalah yang bisa menahan diri saat marah.”
(HR. Bukhari, no. 6114; Muslim, no. 2609)²
Hadis ini menekankan pentingnya mengontrol emosi, karena emosi yang tak terkendali bisa menghancurkan ketenangan hati.
Tips ilmiah dari perspektif Islam dan psikologi:
Saat marah, ambil wudhu³.
Alihkan fokus: duduk, diam, atau menjauh sejenak dari sumber konflik⁴.
Istighfar dan tarik napas panjang.
Tulis jurnal syukur setiap hari untuk melatih pikiran positif.
Menurut penelitian modern, menulis rasa syukur setiap hari bisa mengurangi stres dan meningkatkan kebahagiaan⁵.
💔 Menyembuhkan Hati yang Terluka
Tak ada orang yang luput dari rasa sakit. Bisa karena kehilangan, dikhianati, atau merasa gagal. Islam tidak menolak rasa sedih, tapi mengajarkan cara menanganinya dengan sehat.
Contohnya, saat Nabi Muhammad ﷺ kehilangan istri tercintanya Khadijah dan pamannya Abu Thalib, beliau tetap sedih. Bahkan tahun itu dikenal sebagai ‘Aam al-Huzn (Tahun Kesedihan). Tapi beliau tidak larut dalam kesedihan. Beliau tetap berdakwah dan mencari jalan keluar.
Allah ﷻ pun menguatkan hatinya:
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا • إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 5–6)⁶
Artinya: Luka boleh ada, tapi yakinlah bahwa Allah juga menyiapkan penyembuhannya. Kita hanya perlu sabar dan terus mendekat.
📌 Kesimpulan
Dari tiga bagian ini, kita bisa simpulkan bahwa Islam punya paket lengkap untuk ketenangan hati:
Ibadah (shalat, dzikir, doa)
Sikap (sabar, tawakal, memaafkan)
Sosial (silaturahmi, komunikasi sehat)
Pikiran (bersyukur, mengelola emosi)
Keseimbangan (dunia dan akhirat)
Ketenangan itu tidak instan, tapi bisa kita latih dan rawat setiap hari.
Catatan Kaki
QS. Al-Qashash: 77 – Tentang pentingnya menjaga keseimbangan dunia-akhirat.
HR. Bukhari & Muslim – Tentang makna kekuatan sejati adalah pengendalian diri.
HR. Abu Dawud, no. 4784 – Nabi bersabda bahwa marah itu dari setan, dan setan tercipta dari api. Air (wudhu) memadamkannya.
HR. Ahmad, no. 23408 – Jika seseorang marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika belum reda, berbaringlah.
Emmons & McCullough (2003), Gratitude Journal Study, University of California. Menunjukkan peningkatan kesehatan mental melalui journaling syukur.
QS. Al-Insyirah: 5–6 – Penegasan Allah bahwa satu kesulitan akan disertai dua kemudahan.
Posting Komentar